Dokter Dijadikan Model Iklan Tanpa Izin, RS Siloam Dihukum Rp 200 Juta
Diterbitkan : 16/08/2016 11:12
Mahkamah Agung (MA) menghukum RS Siloam International Hospitals Surabaya untuk membayar Rp 200 juta kepada dr Arnold Bobby Soehartono. Sebab RS kenamaan itu memakai foto dr Arnold sebagai iklan tanpa izin.
dr Arnold bekerja sebagai dokter di bagian IGD sejak 1 Februari 2011 hingga Maret 2014. Pada Desember 2011, dr Arnold difoto oleh pihak RS layaknya model. Tanpa curiga, dr Arnold menerima 'model' dadakan itu dengan senang hati. Saat itu, pihak RS tidak menyebutkan kepentingan pengambilan foto tersebut.
dr Arnold kaget sebab foto tersebut digunakan sebagai kepentingan komersial yaitu iklan RS Siloam International Hospitals Surabaya di berbagai media. Seperti brosur RS dan iklan di sebuah koran pada 16 April 2012. Iklan di koran itu berjudul 'Emergency & Trauma Center Terbaik'.
Atas pemakaian fotonya untuk iklan dan brosur itu, dr Arnold tidak terima karena dinilai melanggar UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Dalam Pasal 12 ayat 1 disebutkan:
Setiap orang dilarang melakukan penggunaan secara komersial, penggandaan, pengumuman, pendistribusian dan/atau komunikasi atas potret yang dibuatnya guna kepentingan reklame atau periklanan secara komersial tanpa persetujuan tertulis dari orang yang dipotret atau ahli warisnya.
Langkah pertama yang diambil dr Arnold mengajukan somasi kepada pihak RS International Hospitals Surabaya tetapi tidak mendapatkan tanggapan. Atas hal itu, dr Arnold mengambil langkah tegas dengan mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Niaga Surabaya. dr Arnold mengajukan gugatan kerugian materiil Rp 375 juta dan immateril Rp 8 miliar.
Gayung bersambut. Pengadilan Niaga Surabaya mengabulkan gugatan itu pada 13 April 2015. Majelis hakim menghukum RS International Hospitals Surabaya ke penggugat sebesar Rp 200 juta. PN Surabaya juga menjatuhkan denda uang paksa Rp 500 ribu per hari kepada RS International Hospitals Surabaya.
Atas putusan itu, giliran RS International Hospitals Surabaya yang tidak terima dan mengajukan kasasi.
“Menghukum tergugat membayar ganti rugi kepada penggugat sebesar Rp 200 juta,” kata majelis hakim sebagaimana dilansir website Mahkamah Agung (MA), Selasa (16/8/2016).
Duduk sebagai ketua majelis adalah hakim agung Soltoni Mohdally dengan anggota hakim agung Syamsul Ma'arif dan hakim agung Hamdi. MA menyatakan RS International Hospitals Surabaya nyata-nyata melanggar Pasal 12 ayat 1 UU Hak Cipta. Tapi majelis kasasi menolak menjatuhkan hukuman uang paksa (dwangsom).
“Karena tergugat telah dihukum untuk membayar sejumlah uang ganti rugi,” kata majelis memberikan alasan menolak tuntutan dwangsom itu dalam sidang yang digelar pada 13 April 2016 lalu.
dr Arnold bekerja sebagai dokter di bagian IGD sejak 1 Februari 2011 hingga Maret 2014. Pada Desember 2011, dr Arnold difoto oleh pihak RS layaknya model. Tanpa curiga, dr Arnold menerima 'model' dadakan itu dengan senang hati. Saat itu, pihak RS tidak menyebutkan kepentingan pengambilan foto tersebut.
dr Arnold kaget sebab foto tersebut digunakan sebagai kepentingan komersial yaitu iklan RS Siloam International Hospitals Surabaya di berbagai media. Seperti brosur RS dan iklan di sebuah koran pada 16 April 2012. Iklan di koran itu berjudul 'Emergency & Trauma Center Terbaik'.
Atas pemakaian fotonya untuk iklan dan brosur itu, dr Arnold tidak terima karena dinilai melanggar UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Dalam Pasal 12 ayat 1 disebutkan:
Setiap orang dilarang melakukan penggunaan secara komersial, penggandaan, pengumuman, pendistribusian dan/atau komunikasi atas potret yang dibuatnya guna kepentingan reklame atau periklanan secara komersial tanpa persetujuan tertulis dari orang yang dipotret atau ahli warisnya.
Langkah pertama yang diambil dr Arnold mengajukan somasi kepada pihak RS International Hospitals Surabaya tetapi tidak mendapatkan tanggapan. Atas hal itu, dr Arnold mengambil langkah tegas dengan mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Niaga Surabaya. dr Arnold mengajukan gugatan kerugian materiil Rp 375 juta dan immateril Rp 8 miliar.
Gayung bersambut. Pengadilan Niaga Surabaya mengabulkan gugatan itu pada 13 April 2015. Majelis hakim menghukum RS International Hospitals Surabaya ke penggugat sebesar Rp 200 juta. PN Surabaya juga menjatuhkan denda uang paksa Rp 500 ribu per hari kepada RS International Hospitals Surabaya.
Atas putusan itu, giliran RS International Hospitals Surabaya yang tidak terima dan mengajukan kasasi.
“Menghukum tergugat membayar ganti rugi kepada penggugat sebesar Rp 200 juta,” kata majelis hakim sebagaimana dilansir website Mahkamah Agung (MA), Selasa (16/8/2016).
Duduk sebagai ketua majelis adalah hakim agung Soltoni Mohdally dengan anggota hakim agung Syamsul Ma'arif dan hakim agung Hamdi. MA menyatakan RS International Hospitals Surabaya nyata-nyata melanggar Pasal 12 ayat 1 UU Hak Cipta. Tapi majelis kasasi menolak menjatuhkan hukuman uang paksa (dwangsom).
“Karena tergugat telah dihukum untuk membayar sejumlah uang ganti rugi,” kata majelis memberikan alasan menolak tuntutan dwangsom itu dalam sidang yang digelar pada 13 April 2016 lalu.
EmoticonEmoticon